MAKALAH
METODOLOGI STUDI ISLAM
“RUANG LINGKUP STUDI ISLAM”
DOSEN PENGAMPU : HAMDAN, M.Pd
OLEH :
1.
INDAH AYU LESTARI (2286208255)
2.
MUTI'AH (2286280270)
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM QAMARUL HUDA
BAGU
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ruang Lingkup Studi Islam” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini
penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Hamdan,
M. Pd, selaku dosen Pengampu mata kuliah Metodologi studi islam, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesian penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Batu Samban, 11 November 2022
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 1
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN.............................. 3
A.
Pengertian
Studi Islam ................................................................ 3
B.
Ruang
Lingkup Studi Islam......................................................... 5
BAB III PENUTUP............................................................................... 18
A.
Kesimpulan.................................................................................. 18
B.
Kritik dan Saran........................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup
semua agama yang telah ada, islam merupakan agama rahmatal lil a’lamin untuk semua umat.Islam itu dibawakan oleh nabi
Muhammad SAW yang mendapat wahyu dari Allah. Untuk mengetahui islam lebih
mendalam mak muncullah ilmu yang dinamakan Studi Islam akan tetapi Studi Islam
itu sendiri merupakan bidang kajian yang cukup lama. Ia telah ada bersama
dengan adanya agama islam maka dari itu Studi Islam menimbulkan berbagai
permasalahn yang umum diantaranya : apa penertian Studi Islam, apa ruang
lingkup, atau objek Studi Islam, apa tujuan Studi Islam, bagaimana pendekatan
dan metodologi dalam Studi Islam.
Seiring dinamika dan perkembangan zaman, kesempatan
untuk mempelajari Studi Islam dapat melalui segala hal, berkaitan dengan
persoalan tentang mempelajari Studi Islam, islam memberikan kesempatan secara
luas kepada manusia untuk menggunakan akal pikirannya secara maksimal untuk
mempelajarinya, namun jangan sampai penggunaannya melampaui batas dan keluar
dari rambu-rambu ajaran Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengangn Studi Islam?
2.
Bagaimana
ruang lingkup Studi Islam?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengangn Studi
Islam?
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup Studi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Studi Islam
secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat
dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah
kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum
sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam
dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah
usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam
tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara
nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
[1]
Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang
mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Arti pokok Islam adalah ketundukan,
keselamatan dan kedamaian. Maka studi Islam diarahkan pada kajian keislaman
yang mengarah pada 3 hal :
1.
Islam yang bermuara pada ketundukan/berserah diri, berserah
diri artinya pengakuan yang tulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber ntoritas yang
serba mutlak. Keadaan ini membawa timbulnya pemahaman terhadap orang yang tidak
patuh dan tunduk sebagai wujud dari penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri.
2.
Islam dapat dimaknai yang mengarah kepada keselamatan dunia
dan akhirat sebab ajaran Islam pada hakekatnya membina dan membimbing manusia
untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan dalam kehidupan di dunia
termasuk kehidupan akhirat.
3.
Islam bermuara pada kedamaian manusia harus hidup
berdampingan dengan makhluk hidup yang lain bahkan berdampingan dengan alam
raya. Dengan demikian kedamaian harus dilakukan secara utuh dan multi dimensi.
Dari 3 dimensi di atas studi Islam mencerminkan gagasan
tentang pemikiran dan praktis yang berrnuara pada kedudukan Tuhan, selamat di
dunia dakhirat dan berdamai dengan makhluk lain. Dengan demikian studi Islam
tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran tetapi juga pada praktis kehidupan
yang berdasarkan pada perilaku baik dan benar dalam kehidupan.
Usaha mempelajari agama Islam
tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat
Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat
Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di
luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan
untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka
dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di luar kalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan
praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan mat Islam, yang semata-mata
sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan
ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk
agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun
negative.
Para ahli studi keislaman di luar
kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum orientalis (istisyroqy),
yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam
yang dilaukan oleh mereka, terutama pada masa-masa awal mereka melakukan studi
tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang
kekurangan-kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan
praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari uamat
Islam. Namun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para orientalis
yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap
Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu kan bisa
bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan umat Islam
sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan
(terutama setelah masa keemasan Islam dan umat Islam sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang mendominasi kalangan
umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi, dan doktriner, serta
menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat
objektif dan rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan
doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits
–yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan
perkembangan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku
serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan perubahan, dan
perkembangan zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam
terkesan mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang
demikian inilah yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam
studi keislamannya.[2]
B.
Ruang Lingkup Studi Islam
Pembahasan kajian
keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para pengkajinya, sehingga terkesan
ada nuansa kajian mengikuti selera pengkajinya, secara material, ruang lingkup
studi islam dalam tradisi sarjana barat, meliputi pembahasan mengenai ajaran,
doktrin, teks sejarah dan instusi-instusi keislaman pada awalnya ketertarikan
sarjana barat terhadap pemikiran islam lebih karena kebutuhan akan penguasaan
daerah koloni. Mengingat daerah koloni pada umumnya adalah Negara-negara
yang banyak didomisili warga Negara yang beragama islam, sehingga mau tidak mau
mereka harus faham budaya lokal. Kasus ini dapat dilihat pada perang aceh
sarjana belanda telah mempelajari islam terlebih dahulu sebelum diterjunkan
dilokasi dengan asumsi ia telah memahami budaya dan peradapan massyarakat aceh
yang mayoritas beragama islam.
Ruang lingkup Islam juga merupakan
produk sejarah misalnya tentang fiqh/mazhab, tasawuf/sufi, filsafat/kalam,
seni/arsitektur Islam, budaya/tradisi Islam. Dalam beberapa dasawarsa terakhir
ini kita melihat semakin tumbuh dan maraknya kesadaran dikalangan kaum muslim untuk lebih patuh kepada ketentuan-ketentuan hukum Islam.
Gejala ini untuk konteks Indonesia misalnya, terlihat pada kebangkitan Jilbab,
busana muslim, tuntunan pencantuman label halal-haram pada makanan, penerapan sistem ekonomi dan
perbankan Islam dan sebagainya. Bangunan pengetahuan kita pada wilayah Islam
tersebut adalah produk sejarah yang dapat dijadikan sasaran penelitian.[3]
Sejak tahun 1970-an penelitian agama
mulai diperkenalkan oleh beberapa pakar
dan ilmuan kepermukaan Indonesia. Mukti Ali misalnya, mengemukakan bahwa
pentingnya sebuah penelitian terhadap masalah-masalah keagamaan. Tidak saja
penting, penelitian keagamaan merupakan bagian yang memperkukuh dasar dan
pondasi agama itu sendiri. Tanpa upaya demikian, agama hanya akan menjadi
urusan yang bersifat individual, eksklusif dan komunal.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman
masyarakat debngan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat
setempat. Setaelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis
diambil sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang tentunya lebih
menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi
ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para
penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan
mempertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat
kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan
keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia islam mulai bangkit memalui
para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar
umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi
sisi:
1.
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan
diterima apa adanya. Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang
berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;,
yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana
disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat
teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas
ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi
yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang sesuatu yang bersifat teoritis
dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena
ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam
berbuat atau mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam
sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut. Ini berarti dalam studi
doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi
Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian
ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi
Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah” (Islam
adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).[4]
Berdasarkan pada definisi Islam
sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan
wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita
sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah
al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah
terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin
lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist.
Misalnya kitab hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh
Bukhari yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an
dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber,
sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang
digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk
ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran
berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang
tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global.
Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di
dalam dua sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam
selain termaktub pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama
melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam
semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau
kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran
Islam itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil
melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus
dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum
jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang
diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu
kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di
dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi
penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal
ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber
ajaran Islam itu.
2.
Sebagai gejala budaya,
yang berarti seluruh yang menjadi
kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap
doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya ada dua Suatu penemuan
yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat
dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam,
tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak
dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam
mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi
ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga
dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui,
memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya,
kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam,
atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja,
termasuk sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya
ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama,
khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual.
Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci.
Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa
perilaku masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan
penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang
bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan
pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya
adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat
digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan
untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang
diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai
jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam
disebut juga agama samawi . selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga
termasuk ke dalam kategori agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama
wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa sebagai utusan Allah yang menerima
pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian
dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan
dalam suatu tulisannya bahwa:
“agama
samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak
merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara
keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan
dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat
dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang dapat melahirkan putra, namun
suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka
agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan
(Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama
Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara
keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan
dasar, asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber
nilai-nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama
(Islam)lah yang menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan
dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas
Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa
walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang
berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya
adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan
manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia
juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat
sholat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah,
membuat sajadah alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup
kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya
dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai,
mengubah, mengolah, an memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang
diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari
dua entitas kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang
kuat maka akan muncul muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa.
Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul
kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat
diihat sebagai mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala
social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban
dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim
al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara pada
produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan
bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu
disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan
sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula.
Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak
pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas
dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
3.
Sebagai interaksi social,
Yaitu realitas umat Islam.Bila islam
dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga
sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi
hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula
agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia.[5]
Islam sebagai sasaran studi social
ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social. Hal ini
menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan
serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek
dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi social adalah Islam yang telah
menggejala atau yang sudah menjadi fenomena Islam.
Yang
menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku
dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam
bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, bahwa ada lima
bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi
suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran
dan symbol-simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka
agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga,
ritus-ritus, lembaga-lembaga dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji,
puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-organisasi
keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain.
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama
sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.
Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat.
Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi
menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbal balik itu,
melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat.
Bagaimana agama sebagai system nilai mempengaruhi masyarakat.[6]
Meskipun kecenderungan sosiologi
agama. Beliau memberi contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah,
orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain.
Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas
dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah
bagaimana kita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi social.
Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang
dekat dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang
terjadi mengalami keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu
kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
jadi dengan demikian metodologi
studi Islam dengan mengadakan penelitian social. Penelitian social berada
diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi
dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri
paradigmanya positivisme. Paragdima positivisme dalam
ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable),
dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable).
Sedangkan ilmu budaya hanya dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur
atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang dianggap dekat dengan
ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika
Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima
positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat
diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga
berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme.
Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika
halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya
unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang
telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan
menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam,
penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat
diangkat menjadi sasaran studi Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian studi
islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari agama islam yang dipraktekkan
dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedang pengetahuan agama adalah
pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan rosul-Nya
secara murni tanpa dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah,ibadah,
membaca al-qur’an dan akhlak.
Studi islam juga memiliki tujuan yaitu untuk
menunjukkan relasi islam dengan berbagai aspek kehidupan manusia, menjelaskan spirit ( jiwa ) berupa pesan moral dan value yang terkandung di dalam berbagai cabang studi
islam, respons islam terhadap berbagai paradigm baru dalam kehidupan sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta munculnya filsafat
dan ideologi baru serta hubungan islam dengan visi, misi dan tujuan ajaran
islam.
A.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,Azyumardi,Konteks Berteologi di
Indonesia, (Jakarta: Paramadina,1999)
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta:
Kencana,2005)
Mudzhar, Atho,Pendekatan
Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar,2007
Mundzirin,Yusuf, dkk. 2005. Islam dan Budaya
Lokal. Yogyakarta:Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Nata, Abuddin, Metodologi studi islam (Jakarta:
Rajawali pres, 2012)
[1] Muhaimin,
et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana, 2005) hal.2
[2] Yusuf, Mundzirin dkk. 2005. Islam dan Budaya Lokal.
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
[3] Azyumardi Azra, Konteks
Berteologi di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 214
[4] Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007 h. 19
[5] Abuddin nata, Metodologi studi islam (Jakarta:
Rajawali pres, 2012) h. 38
[6] Atho mudzhar, Pendekatan , h.13-14